HedlineKhutbah Jumat

Khutbah Jumat: Tiga Cara Menjaga Takwa

Oleh: KH. Syamsul Yakin
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bulan puasa sudah lama meninggalkan kita. Kita terperangah. Dalam rawan hati kita, kita bertanya, apakah kita masih bertakwa ataukah mulai dipenuhi dosa? Bagaimanakah caranya mempertahankan takwa agar kita tidak mencerai-beraikannya?

Ada tiga cara menjaga takwa. Pertama, senantiasa berbagi, baik dalam keadaan punya atau tidak punya. Allah ungkapkan hal ini dalam penggalan sebuah ayat, “(Yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit” (QS. Ali Imran/3: 134).

Berdasar ayat ini yang sulit itu bukan berbagi. Tapi berbagi ketika sulit. Orang bertakwa adalah orang yang tetap berbagi dalam keadaan sempit. Bagi orang bertakwa keadaan lapang dan sempit tidak berpengaruh baginya untuk berbagi atau tidak berbagi.

Dengan kata lain, untuk tetap bertakwa harus mampu memenangkan keadaan sempit pada diri untuk untuk tetap berbagi, kendati diri sendiri juga membutuhkan. Dalam sejarah Islam, sikap dan perlaku seperti ini dipraktikkan oleh para sahabat Nabi.

Inilah fragmen al-Qur’an itu, “Mereka mengutamakan (Muhajirin) ketimbang diri mereka, meskipun mereka mempunyai keperluan yang mendesak” (QS. al-Hasyr/59: 9). “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya” (QS. al-Insan/76: 8). “Dia memberikan harta yang dicintainya” (QS. al-Baqarah/2: 177).

Cara kedua menjaga takwa adalah senantiasa menahan marah kendati mampu untuk marah. Allah membisikkan hal itu di telinga orang-orang bertakwa, “Orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya” (QS. Ali Imran/3: 134). Ayat ini memberi isyarat kalau marah itu bisa dikendalikan.

Biasanya orang yang merasa benar merasa berhak marah kepada orang yang dianggap salah. Begitu juga, orang yang merasa pintar merasa pantas marah kepada orang yang bodoh di matanya. Termasuk, orang yang merasa rajin menganggap dirinya boleh marah kepada orang yang malas.

Namun orang yang bertakwa tidak demikian. Untuk terus menjag takwa, dia tidak pernah marah kepada orang yang bersalah. Dia malah menunjukkan jalan yang benar. Begitu juga kepada orang yang bodoh dan malas. Sebab marah tidak serta merta membuat orang yang salah jadi benar. Orang yang bodoh jadi pinyar. Orang yang malas jadi rajin.

Selanjutnya, cara ketiga untuk menjaga takwa adalah senantiasa memaafkan kesalahan orang lain, baik sengaja atau tidak sengaja. Allah memberi informasi, “Orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain” (QS. Ali Imran/3: 134). Kehendak memberi maaf muncul dari hati yang bijak.

Namun tampaknya selain memberi maaf, untuk menjaga takwa itu harus juga bersedia meminta maaf. Yang sulit itu bukan hanya memaafkan, tapi datang meminta maaf. Kendati sejatinya yang datang meminta maaf itu belum tentu bersalah. Kehendak meminta maaf lahir dari hati yang luas dan luwes.

Umumnya yang harus dimaafkan adalah orang yang datang meminta maaf. Sementara orang yang datang meminta maaf adalah orang yang divonis bersalah. Tapi tidak demikian bagi orang yang hendak mempertahankan takwa. Dia dengan mudah memaafkan dan dengan ringan datang meminta maaf.

Inilah tiga cara mempertahankan takwa. Ketiga cara ini adalah amal sehari-hari pribadi bertakwa. Dengan ketiga amal ini, orang yang bertakwa akan dicintai Allah. Inilah penegasan Allah itu, “Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali Imran/3: 134). Semoga kita bisa menjaga takwa setelah bulan puasa meninggalkan kita.*

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button